Saturday, May 26, 2018

It Was Crazy Ride!


It’s been while for me not to write anything in blog but suddenly last night make me want to refresh my blog, so here we go..

Tiga tahun yang lalu saat Juergen Klopp ambil alih kepemimpinan menjadi manajer LFC, semua orang berharap banyak kepadanya agar bisa membuat LFC jauh lebih baik setelah era Brendan Rodgers maka muncul lah kalimat terkenal dari Klopp “We’ve to change all the doubter to believer”, karena pada saat itu semua supporter LFC merupakan para pendukung yang logis jika tidak mau dibilang pesimis.



Klopp bertekad untuk merubah itu, banyak yang dari para pendukung LFC bahkan Calling gaffer’s Head  in his first season after he bring LFC to two final in his first season but only manage No. 8 on the table, It was crazy but understandable but unless you’re Bandung Bondowoso everything wasn’t build in the day right?. Saat itu semua terbagi menjadi dua kubu team #KloppOut & #KloppSortItOut masing-masing dari mereka mempunyai argument masing-masing atas tagar yang mereka keluarkan.

Tetapi setelah itu perlahan tapi pasti Klopp membuat para doubter berubah menjadi  believer, walaupun tidak bermain di eropa di musim keduanya Klopp membuat LFC kembali ke UCL  dengan menempati peringkat 4 di akhir musim, dan di musim ketiga inilah musim yang “gila” dimulai segala drama ada dalam musim ini dari mengalahkan untouchable  Manc City dan kalah oleh tim di dasar klasemen kemudian, hingga yang kemarin terjadi mencapai final dengan tim yang bisa dibilang bukan siapa-siapa.



Memang selalu lebih sakit saat kita berharap yang semula We’ve nothing to expect until you seen the hope to get a glory, yep ini yang terjadi para supporter LFC tidak berharap apa-apa pada musim awal di UCL selain bisa beradaptasi kembali dengan atmosfer UCL, tetapi apa yang terjadi adalah mencapai Final melawan tim yang juara dua kali berturut-turut dan menjadi yang ketiga berturut-turut tadi malam. Perih memang melihat “mimpi” kemenangan di depan mata tidak menjadi kenyataan, but yes that’s football afterall, sometimes you win and sometimes you lose.



Last note as closing statement from my article, hell yeah it was a rollercoaster ride this season but it all worthed until the last game of the season which fought  a  “dream team” who have 12 cup Badge of Honour. Still me personally want to say thank you to Klopp who give us a glimmer of hope and change all the doubter to a believer with this standard team. Maybe this Cinderella’s story has coming to an end with no happy ending but yes we’re grateful to have Klopp as our manager, player who willing to fight for club diginity and we’re looking forward to have another Cinderella’s Story but with an Happy ending with you and your team.

So Danke Mr. Klopp!

Allez! Allez! Allez!

Sunday, January 3, 2016

Size Of The Fight In The Dog

Tidak sengaja melihat kutipan lama yang cukup menarik "It's not the size of the dog in a fight, but size a fight in the dog that matters" membuat teringat dengan para pemain LFC yang sampai saat ini masih berjuang mengumpulkan kepingan-kepingan kepercayaan diri yang hancur berantakan. Hal yang menjadi faktor utama yang harus diperbaiki oleh Klopp agar bisa mengembalikan performa terbaik dari LFC 



Nama-nama lama yang ada di squad peninggalan Rodgers harus ditempa kembali mentalnya, dengan turun naiknya performa LFC membuat Klopp harus memutar kepala agar tim bisa kembali konsisten penampilannya, ditambah terbatasnya pemain senior di squad dikarenakan faktor cedera menjadi masalah sendiri untuk Klopp. Kualitas Klopp disini diuji apakah dia bisa untuk merubah LFC menjadi seperti Dortmund yang sebelumnya tim biasa saja menjadi luar biasa, terlebih LFC seharusnya bukan tim biasa jika melihat masa lalunya walaupun orang tua jaman dahulu selalu bilang "Lihatlah ke masa lalu sesekali saja untuk mengingat darimana kita berasal".

Mungkin para supporter LFC juga sudah mulai lelah mengingat masa lalu dikarenakan terlalu sering membanggakannya, para Supporter menginginkan trofi baru yang bisa dibanggakan bukan sekedar mengingat masa lalu. Ini bukan hanya menjadi tugas dari Klopp tetapi juga tugas dari para pemain bagaimana bisa membuat mental mereka kembali seperti yang seharusnya. Mental tidak kenal menyerah pada saat tertinggal, mental untuk memenangkan pertandingan, dan mental untuk bangkit pada saat terjatuh.

Karena memang sebenarnya bahwa kemampuan saja tidak cukup dalam sepakbola selain keberuntungan, mental itu menjadi hal utama dalam pertandingan sepakbola, mental yang membuat bagaimana tim medioker bisa menang lawan tim superior. Bagaimana mereka berjuang untuk mendapatkan poin melawan tim yang jauh lebih besar walaupun menggunakan berbagai cara tetapi menang adalah menang.



LFC (harusnya) bukanlah tim medioker yang mempunyai squad yang (juga) bukan medioker, LFC seharusnya mempunyai mental yang jauh lebih kuat dibandingkan tim medioker yang menghalalkan segala cara untuk menang. LFC harus bangkit dan membangun sisi "Fight" nya untuk mengembalikan performa nya. 

Ada yang harus diingat oleh para Supporter LFC karena tidak akan ada hasil instan di dunia ini, jadi proses itu pasti hasil instan itu bonus. 

"Keep your expectation in the ground and we're gonna be allright" 

Saturday, September 26, 2015

The Unsung Hero


Sebenarnya artikel ini disiapkan jika Lucas dijual di musim panas lalu tapi karena tidak jadi di jual hope you enjoy it..

Ya Lucas adalah nama depannya, Pezzini nama tengahnya  dan Leiva merupakan nama belakangnya, didatangkan oleh Rafa Benitez ke LFC di tahun 2007 datang jauh dari Gremio klub dari negara  yang bisa dibilang negeri- nya dewa sepakbola, Brazil. Datang dengan label pemain muda berbakat di Negara-nya dengan harapan bisa mempunyai karir yang cemerlang di eropa, tetapi adaptasi lah yang memaksa Lucas muda berjuang benar-benar dari bawah di LFC. Perbedaan kultur sepakbola antara Amerika Latin dan Eropa ditambah dengan tugas baru dari Rafa Benitez yang melihat potensi-nya sebagai gelandang bertahan dimana berbeda dengan posisi yang biasa dia perankan yaitu gelandang serang seperti menambah beban-nya.


Sepertinya rintangannya tidak berhenti disitu, Lucas datang ke LFC di bawah bayang-bayang pemain yang bisa dibilang dua gelandang bertahan terbaik LFC di era modern, Xabi Alonso dan Javier Mascherano, dua pemain yang tidak tergantikan sebagai gerbang pertama dari pertahanan LFC saat itu. Lucas bukannya tidak mendapatkan kesempatan bermain, dia mendapatkan kesempatannya untuk membuktikan diri sebagai pemain muda yang dilabeli berbakat. Tetapi semua tidak berjalan sesuai rencananya, Lucas terlihat kikuk untuk menjalankan posisi baru nya, permainan tim terlihat buruk pada saat dia bermain, bahkan yang paling tragis adalah para supporter pun menganggap Lucas sebagai pemain buangan dan pemain yang tidak diharapkan ada di dalam tim.

Bagi seorang pemain sepakbola tidak ada dukungan dari suporternya sendiri mungkin merupakan saat yang paling buruk dalam bermain sepakbola bahkan sebagian supporter sempat melakukan “Boo”  kepadanya yang diakui oleh Lucas sendiri merupakan saat terberat dalam karir sepakbolanya. Lucas yang tidak mempunyai skill seperti kebanyakan pemain Brazil tidak menyerah saat itu, dia bisa saja meminta untuk di transfer keluar dari LFC di saat keadaan memburuk untuknya, tetapi tidak dia memilih untuk bertahan untuk membuktikan dirinya bahwa dia mempunyai mental seorang pemain sepakbola yang seharusnya.



Kesempatan itu pun datang saat Xabi Alonso pergi meninggalkan LFC ke Real Madrid, meninggalkan sepatu yang besar untuk seorang Lucas muda. But Yes What doesn’t kill you makes you stronger benar-benar dipahami oleh nya, segala perjuangannya mulai terlihat perlahan tetapi pasti Lucas menjadi pemain tidak tergantikan di lini tengah LFC baik di era Rafa Benitez maupun manajer selanjutnya semua berjalan baik untuknya dimana semua bisa melihat potensi apa yang Rafa lihat di awal kedatangannya. Tetapi apa yang sudah dicapainya hancur seketika saat cedera yang paling ditakuti oleh pemain bola datang menghampirinya, cedera ACL yang memaksa dia untuk beristirahat hampir 6 bulan dan pada musim itu pula Lucas gagal ikut mengangkat piala Carling yang dimenangi LFC.



Semenjak itu semua tidak pernah sama, penampilannya tidak pernah kembali mencapai level terbaik dimana dia pernah capai sebelum dia cedera ACL. Para pemain baru yang lebih muda dan berbakat pun datang ke LFC menambah kesulitan Lucas merebut kembali tempatnya di tim utama. Bursa transfer ini menarik beberapa klub besar mendapatkan jasanya dan mungkin ini lah kali terakhir Lucas ada di squad resmi LFC. Dia memang bukan idola supporter, hanya sedikit yang melihat bagaimana perjuangan besarnya di LFC. Tapi untuk gw pribadi Lucas Leiva merupakan salah satu pemain asing LFC yang perjuangannya menjadi inspirasi buat gw..

His First Name is Lucas, His second name is Leiva..
And that is why we like him..
In fact we fucking love him..


This video sum it all by El Alonso


Friday, June 5, 2015

Restart

Restart

Musim 14/15 sudah berakhir, bagi sebagian pendukung LFC itu berarti mimpi buruk telah berakhir. Selesai sudah melihat Tim yang mereka banggakan menjadi “Robin Hood” bagi tim papan bawah dan papan tengah. Mungkin sulit untuk mempercayai bagaimana dua musim lalu menjadi mimpi indah yang nyaris sempurna berubah menjadi mimpi buruk yang tidak memberikan ruang untuk bernafas pada saat menonton LFC bermain.

Dari yang semula melihat LFC selalu menyajikan banyak gol ke gawang lawan menjadi sarang gol bagi pemain lawan. Kejutan terjadi di penghujung musim lalu yang menjadi pukulan telak bagi LFC, dikoyak 6-1 oleh Stoke City menjadi puncak kesabaran bagi sebagian besar pendukung LFC terhadap Brendan Rodgers. Pelatih yang sempat dianggap akan menjadi legenda di LFC malah sukses menjadi bulan-bulanan para supporter LFC di media social.



Hanya tersisa sebagian kecil yang mungkin masih ingin memberinya kesempatan satu musim lagi. Sisanya menuntut John W. Henry dengan FSG nya untuk memecat Rodgers dengan segera, terlebih dengan menganggurnya dua nama besar seperti Jurgen Klopp dan Carlo Ancelotti yang dianggap mempunyai nama besar untuk menarik pemain besar pula walaupun LFC hanya bermain di “Liga Malam Jum’at” atau kompetisi kelas dua eropa.

Pengadilan Rodgers oleh FSG pun dilakukan pada tanggal 3 Mei 2015 Kemarin, sebagian besar supporter pun masih berharap akan adanya perubahan di kursi manajer LFC, tetapi FSG pun sudah mengeluarkan keputusan untuk tetap memberikan Rodgers kesempatan yang sangat mungkin menjadi kesempatan terakhirnya untuk membuat apapun yang salah di musim ini menjadi benar di musim depan.



Ditambah dengan keputusan Jurgen Klopp yang paling kencang dirumorkan mau rehat sejenak selama 6 bulan sebelum melatih lagi, entah ada hubungannya atau tidak tetapi dari kacamata FSG Rodgers dianggap masih mampu untuk menangani LFC di musim depan. Keputusan bulat telah diambil oleh FSG dengan demikian suka tidak suka supporter LFC harus terima hal tersebut.

Siapapun yang menjadi manajer yang LFC butuhkan sekarang adalah dukungan dari supporternya. Sekali lagi menaruh harapan di pundak Rodgers yang harus berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan kepercayaan dan dukungan supporter yang dulu pernah dia miliki, membuktikan dia merupakan manajer yang tepat untuk LFC dan membuktikan bahwa dia memang pelatih yang mempunyai kemampuan untuk membawa LFC ke tempat seharusnya. Good Luck then Boss!

I’m the type of supporter who will support LFC whoever the Manager is.. Yes I’m really tired to see LFC condition this season, I’m a supporter who used to believe you’re the one who will make LFC great once again but I’m also who calling for your head too when Stoke Tear LFC apart at the end of the season..

But FSG already made their decision to keep you, now our job is back to support the team whatever condition and whoever the Manager.


And for god sake boss please make this things right this time..

Monday, May 4, 2015

The Power of PHP

The Power of PHP

PHP atau pemberi harapan palsu kata yang sedang “hits” beberapa tahun belakangan ini, sepertinya jika dilihat dari sudut pandang pribadi dalam soal sepakbola mungkin yang paling mengerti soal ini adalah pendukung LFC. Setelah akhir musim lalu dengan melesetnya target yang di depan mata, awal musim yang sangat ditunggu-tunggu, hingga akhir musim yang menyisakan empat pertandingan ini, pendukung LFC tidak diberi nafas untuk bisa menerima kenyataan yang terjadi. PHP terus saja terjadi entah dari klub sendiri maupun dari klub Rival yang memperebutkan posisi empat besar.

Jujur saja setelah kekalahan melawan Hull City beberapa hari lalu, saya pribadi sudah terima apapun hasil akhir musim nanti bahkan sebagian hati sudah menyerah mendukung Brendan Rodgers. Tetapi ada kejadian yang membuat kejadian yang berpotensi menjadi PHP datang kembali. Rival terdekat LFC, Man Utd tersandung oleh West Brom. Secara tidak langsung membuat perasaan di hati ini kembali ke jarum optimis lagi setelah jarum indikator hampir menunjuk ke titik pesimis total.



Memang sebenarnya PHP ini bukan salah LFC ataupun klub lainnya, jika hati sudah menyerahkan apapun hasil musim ini harusnya sudah diteguhkan dan jangan berpindah lagi. Tetapi apa? Layaknya orang yang mencintai seseorang, sebanyak apapun disakiti dan dikecewakan jika ada jalan untuk mencintai kembali pasti akan di lakukan. Mungkin ada benarnya kutipan lama yang berbunyi “Bung jika ini memang cinta sejati pasti akan banyak rintangan”.

Kutipan yang lagi-lagi bisa dibilang pas jika dikaitkan kepada pendukung LFC. 25 Tahun sudah terlewat dari terakhir kali mengangkat gelar kampiun liga dan 10 Tahun dari final fenomenal di Istanbul. Tetapi pendukung LFC bukannya semakin sedikit tetapi malah semakin banyak yang awalnya saya pun tidak mengerti kenapa ada fenomena tersebut, padahal jika berkaca kepada diri sendiri mungkin teman-teman saya yang merupakan supporter tim lain akan bingung kenapa saya masih setia mendukung LFC yang jawabannya baru saya temukan akhir-akhir ini melalui artikel di salah satu blog tentang sepakbola.



Tetapi ya itu, mereka (Supporter tim lain) tidak akan pernah mengerti kebanggaan yang para pendukung LFC miliki. Walaupun kerap terkena PHP tetapi tetap saja pada saat LFC turun ke lapangan tetap ditonton minimal berharap LFC memenangkan pertandingan. Mungkin pada saat kondisi tim sekarang banyak silang pendapat dan malah mungkin terbagi menjadi kubu-kubu. Tetapi itulah indahnya para pendukung mencintai klub dengan caranya sendiri-sendiri.

Mungkin saja PHP akan datang lagi di akhir musim ini, tetapi ya perset*n lah dengan itu jika itu terjadi toh musim depan kami akan tetap memiliki harapan yang sama dan mungkin sebenarnya bukan salah LFC yang selalu melakukan PHP, tetapi dari diri pendukung mereka sendiri yang memilih untuk berharap. Toh apalah arti menunggu satu tahun lagi saya pribadi sudah menunggu kurang lebih 15 tahun.



So it's your call to manage your expectation or ready to feel the heartbreak once more?

Me personally I've never succeed to manage my expectation so I choose the second one..

Pic Courtesy:


Monday, April 6, 2015

Dia Yang Berharap Untuk Bertahan

Klub besar ya itulah LFC dimata para supporternya, Klub yang kami banggakan akan 18 gelar liga sebelum format baru dan 5 Juara Eropa, menjadi kebanggaan kami sebagai supporter salah satu klub merseyside. Di tahun 2005 kami diajak menyaksikan keajaiban dalam sepakbola yang bahkan menurut pengakuan beberapa supporter AC Milan kemenangan mereka atas LFC di tahun 2007 tetap tidak bisa membalas rasa sakit hati mereka di 2005.



Sebenernya artikel ini memiliki judul yang lebih panjang daripada yang tertulis diatas, judul yang seharusnya adalah “Dia yang berharap untuk bertahan dan Dia yang siap untuk pergi”. Ingatkah kita para supporter LFC siapakah satu-satunya pemain yang masih bertahan dari skuad yang menciptakan keajaiban? Ya, Steven George Gerrard. Satu-satu nya pahlawan Istanbul yang masih bertahan di LFC, pemain yang akan pergi di akhir musim ini, pemain yang bahkan oleh sebagian suporter LFC sendiri dianggap menjadi batu sandungan berkembangnya LFC ke depan.

Gerrard yang identik dengan LFC, yang bahkan mendapat gelar Mr. Liverpool ini akan mengakhiri karirnya yang luar biasa di LFC, dan akan segera berangkat ke Amerika untuk bergabung dengan salah satu mantan punggawa LFC yang hanya bermain setengah musim di Anfield, Robbie Keane. Dia yang berharap dipertahankan oleh klub yang membesarkannya, tetapi dia bisa membaca bahwa klub ini sudah merasa besar, bisa berjalan tanpa dirinya lagi dan sepertinya sudah siap ditinggal oleh nya.



Musim ini sendiri LFC mengalami musim Roller Coaster yang menakjubkan, terpuruk di awal musim, bangkit di tengah musim tetapi di dua pertandingan terakhir mengalami kekalahan yang sangat menyakitkan dari rival menuju empat besar. LFC digilas habis oleh Arsenal 4-1 yang dimana hampir membalaskan dendamnya musim lalu. Tim baru tanpa Gerrard memang sangat menjanjikan di masa depan dan kami para supporter pun yakin itu.

Tetapi apakah LFC “baru” ini sudah yakin bahwa tim ini bisa mengatasi tekanan mental pada saat melawan tim-tim besar tanpa para pemain seniornya. Ya, pengalaman memang bisa didapatkan melalui pertandingan di depannya tetapi pernahkah kita pernah mendengar kutipan “Pengalaman itu mahal” ?. Secara tidak langsung menunjukan LFC harus melalui beberapa musim lagi adaptasi. Jangan, jangan bilang kami suporter LFC tidak sabar, kami bahkan sangat sabar menunggu gelar tidak kunjung datang.

Yang terakhir sepeninggal Gerrard nanti adalah adakah “magnet” lain selain dia untuk menarik pemain dengan reputasi dunia untuk bergabung dengan LFC?. Fernando Torres dan Luis Suarez pun datang karena ingin bermain bersama Gerrard. Kepergian Gerrard merupakan suatu hal yang tidak mungkin terelakan dan mungkin pendiriannya sekarang sudah berubah dari pemain tidak ingin pergi menjadi pemain yang siap untuk pergi setelah mengetahui bahwa jasanya sudah tidak dibutuhkan lagi oleh klub yang membesarkannya.



Kami hanya bisa berharap bahwa pemain muda yang menjadi penerus dia, bisa menyerap sebanyak-banyak pengalaman yang dimilikinya. Sekaligus belajar mempunyai kesetiaan yang tidak banyak lagi dimiliki oleh para pemain muda sepakbola sekarang. Loyalitas yang hanya dimiliki oleh hanya beberapa pemain istimewa.

Dear Stevie,

Lot of sadness and Joy you gave to the club..
You give more than hundred percent everytime you step on the pitch..
You love this club that no one can imagine..
True that we'll never find a player like you..
Who play with every beat of his heart..
Player who never give up even on the darkest time..

I know you feel it's time to go now..
It's gonna be a sad day for Kopites to see you leave..
But always remember that we're gonna be your supporter now and then..

For the last time please share them a pride to wear our badge..
Share your lesson about loyalty..
Share you spirit to them who will continue the pride on our badge!


So long Hero!

Thursday, March 26, 2015

Coming Home!

Setiap manusia yang punya mimpi dan harapan pasti mengharapkan mimpi dan harapan nya jadi kenyataan, tetapi terkadang Tuhan berkata lain ada beberapa kutipan “Sesungguhnya  yang diinginkan manusia itu belum tentu baik untuk dirinya” tetapi terkadang manusia tidak bisa menerima begitu saja dengan apa yang sudah dituliskan untuk dirinya. Dengan tidak bermaksud menjadi terlalu serius di awal, jadi seperti biasa artikel ini pastinya berkaitan dengan Liverpool FC.

Berkaitan dengan Legenda LFC Steven Gerrard tetapi ini bukan mengenai kartu merahnya fenomenalnya di pertandingan sarat tensi melawan para Manch kemarin. Tetapi mengenai Testimonial Match yang akan digelar di jeda internasional besok. Para pemain sudah dipilih termasuk beberapa pemain kelas dunia yang pernah bermain bersama Gerrard. Tim Gerrard akan berhadapan dengan Tim Carra, dilihat dari Line up yang dipilih oleh Gerrard ada dua nama yang paling menarik, mimpi dari banyak kopites untuk melihat mereka bersanding.


Siapa yang tidak kenal Fernando Torres dan Luis Suarez? Dua nama fenomenal  yang pernah mengisi hati kopites dari seluruh dunia. Mimpi yang awalnya hampir jadi kenyataan di tahun 2010, melihat mereka menjadi “duet maut” di lini depan LFC saat itu. Bisa dipastikan jika duet itu menjadi kenyataan akan membuat para Back di BPL “ngompol” melihat mereka. Tetapi ya itu Tuhan menuliskan lain Dia bukan membuat mereka bersanding tetapi menggantikannya.

Buyar lah semua mimpi dan harapan para Kopites melihat dua penyerang kelas dunia mengobrak-abrik lini belakang lawan. Torres memilih hengkang ke klub kaya London tanpa memberitahukan alasannya hingga saat ini dan hasilnya transfer itu merupakan keuntungan besar bagi LFC tetapi menjadi akhir karir Torres, dia tidak pernah lagi menjadi Torres yang bermain di LFC dan mungkin keputusan tersebut merupakan penyesalan terbesar baginya.



Beda cerita dengan Suarez, dia datang dari Ajax sebagai pemain Kelas dunia sepaket dengan perangai yang bisa dibilang “luar biasa” sebelum pindah ke LFC dia sempat menggigit pemain lain di liga belanda dan menjalani skorsing, walaupun begitu dia tetap dipuja di Ajax dan LFC tetap yakin untuk memboyongnya ke Anfield. Beda dengan Torres yang jauh dari kata kontroversial di dalam lapangan. Suarez lebih meledak-ledak di dalam lapangan, tetapi hasilnya Suarez masih lebih dicinta oleh kopites dibanding Torres yang pergi dengan menyakitkan.

Harapan tetaplah harapan, sekali lagi mimpi dan harapan melihat mereka bersanding untuk pertama kali akan jadi kenyataan jika Torres dan Suarez tidak cedera hingga hari H Gerrard Testimonial Match. Satu mimpi yang akan tercapai walaupun bukan dalam pertandingan sesungguhnya tetapi buat saya pribadi dan mungkin beberapa kopites yang mempunyai cita-cita yang sama dengan saya sudah cukup bahagia melihat dua “mantan” pujaan berdiri di sisi yang sama, sisi dari Steven Gerrard.

Dear Stevie,

This match maybe the last one big testimonial for you
Make it worth every minute will ya..
Every big player would comeback for you..

Xabi , Torres and Suarez stand in one team, Your Team..
And Every another big player play in Carra’s Team..
Like your hope back in the day when there’s a chance they play with you in one team..

Hope this is would be special memory for you..

Remember Steve They Coming Back Home for you.. 

Goodluck Stevie Lad!